Netranews.co.id, Jakarta – Pemerintah dipastikan menaikkan cukai hasil tembakau untuk 2025 setelah mendapatkan persetujuan dari DPR RI.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai (Dirjen BC) Askolani menyampaikan akan melakukan penyesuaian tarif cukai tersebut, karena tarif multiyears yang telah ditentukan akan berakhir pada akhir 2024.
“Kami sudah dapat approval [dari DPR] untuk menyesuaikan tarif cukainya 2025 intensifikasi,” ujarnya kepada wartawan di kompleks Parlemen, Senin (10/6/2024).
Penyesuain tersebut termasuk besaran tarifnya. Sedangkan besaran kenaikan akan tercantum dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 yang akan disampaikan Jokowi pada Nota Keuangan Agustus mendatang.
Mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 191/2022, tarif cukai rokok pada 2023-2024 naik rata-rata 10%. Sementara untuk jenis sigaret kretek tangan (SKT), tarif cukainya naik maksimal 5% setiap tahun.
Adapun, penentuan tarif cukai rokok ini mulai berlaku secara multiyears untuk 2 tahun sejak 2023-2024. Sementara ke depannya, Asko belum dapat menyebutkan apakah tarif akan kembali dilakukan per dua tahun atau tidak.
“[Tarif multiyears] nanti tergantung dengan pembahasan bersama DPR,” tutup Askolani.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah nyatanya telah merencanakan kenaikan tarif ini dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025.
Dalam dokumen tersebut tertulis, intensifikasi kebijakan tarif CHT akan dilakukan melalui tarif bersifat multiyears, kenaikan tarif yang moderat, penyederhanaan layer, dan mendekatkan disparitas tarif antar layer.
Saat ini, cukai hasil tembakau masih menjadi komoditas utama penyumbang kas negara meski tarifnya sudah dinaikkan sepanjang dua tahun terakhir. Per April 2024, hasil tembakau memberikan kontribusi senilai Rp74,2 triliun dari total penerimaan Rp95,7 triliun.
Kementerian Keuangan mencatat adanya shifting dari kenaikan tarif ini, berupa pertumbuhan produksi untuk hasil tembakau golongan 2. Sementara produksi hasil tembakau golongan 1 yang umumnya dijual dengan harga paling mahal, turun hingga 3% secara tahunan. (nif/bri)