Netranews.co.id, Sumenep – Pemuda Arya Wiraraja (Praja) menggelar aksi Jilid V dalam bentuk audiensi ke Pemerintah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, menyoal penjualan Minuman Keras (Miras) oleh Mr. Ball, Lotus dan JLB, pada Jum’at (14/06/2024) siang.
Audiensi itu menuntut pencabutan izin Mr. Ball, Lotus dan JBL yang diduga menjual miras dimana hal tersebut dinilai telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sumenep Nomor 3 tahun 2002 tentang ketertiban umum.
“Tetap pada komitmen awal yang mana harus tutup Mr. Ball, Lotus dan JBL itu, karena sudah bukan sekali tapi sudah berkali-kali melakukan transaksi miras dan ini sudah tidak bisa di tolerir,” kata Koordinator audiensi Praja, Hendra Lesmana, saat dikonfirmasi.
Ia menilai Pemkab Sumenep seperti kehilangan otoritas di wilayahnya sendiri dan seolah-olah kebingungan dengan persoalan ini hingga menyalahkan perda dengan beralibi tidak tegas terkait pelarangan miras di Sumenep.
“Mereka hanya mengatakan akan menyampaikan aspirasi kami ke Bupati dengan komitmen juga ingin menutup mr. Ball, Lotus dan JBL yang mana sudah jelas mengkomersialkan miras, tapi belum nyatanya belum ada progres sejak pertama kami kawal,” tegasnya.
“Kami juga sangat kecewa karena bukan Bupati sendiri yang menemui kami,” sambungnya.
Aktivis yang juga aktif sebagai ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Madura itu menegaskan bahwa mereka akan melakukan gerakan yang lebih masif secara audiensi maupun demostrasi.
“Kalau masih belum ditanggapi dengan serius atau tidak ada progres oleh Pemerintah ke depannya, maka kami akan mengawal secara litigasi,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sumenep, Abd. Rahman Riadi mengatakan pihaknya sebenarnya sepakat dengan tuntutan pencabutan izin itu namun harus melalui proses yang cukup panjang.
“Saya sepakat apa yang disampaikan adik-adik tadi, kalau memang ini Kabupaten Sumenep memang mau dijadikan kota religi, perdanya juga harus diperkuat dulu, langsung dilarang miras itu,” kata Rahman saat menemui audiensi, Jum’at (14/06).
“Karena perda ini sudah tidak sesuai dengan regulasi di atasnya yang sudah banyak perubahan,” lanjutnya.
Selain itu, kata Rahman, untuk melakukan pencabutan izin usaha itu harus melalui proses pengadilan hingga putusan, kemudian baru diajukan ke Kementerian Investasi/BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal).
“Harus ada putusan pengadilan yang inkracht, itu baru bisa diusulkan, bukan kita yang mencabut. Dari salinan putusan itu sampaikan ke BKPM,” pungkasnya. (Dim/red)