Netranews.co.id – Pembangunan merupakan salah satu pilar penting dalam kemajuan sebuah negara. Namun, tanpa adanya regulasi yang mengatur, pembangunan bisa membawa dampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Di Indonesia, regulasi yang mengatur pembangunan tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan menciptakan ruang hidup yang layak bagi semua pihak. Salah satu regulasi penting yang perlu diperhatikan adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Permen PUPR) Nomor 28 Tahun 2015, Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Ketika pembangunan dilakukan tanpa mematuhi aturan-aturan ini, dampak negatifnya tidak hanya dirasakan oleh lingkungan, tetapi juga dapat mempengaruhi sosial dan ekonomi masyarakat. Dalam artikel ini, kita akan membahas bahaya dari pembangunan yang melanggar ketiga regulasi tersebut, serta dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkannya.
Pembangunan yang Melanggar Permen PUPR 28/2015
Permen PUPR Nomor 28 Tahun 2015 adalah salah satu regulasi penting yang mengatur tata cara perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di sektor infrastruktur. Dalam peraturan ini, terdapat ketentuan yang mengatur kewajiban bagi setiap proyek pembangunan untuk memiliki studi kelayakan teknis dan lingkungan yang memadai. Pembangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan ini dapat menyebabkan berbagai masalah teknis dan ekologis. Misalnya, pembangunan yang tidak mempertimbangkan faktor drainase yang baik dapat menyebabkan banjir di area sekitarnya, atau proyek yang tidak memperhitungkan konservasi sumber daya alam dapat merusak ekosistem lokal.
Dampak dari pembangunan yang melanggar Permen PUPR ini jelas dapat merugikan banyak pihak. Pembangunan infrastruktur yang buruk tidak hanya memboroskan anggaran negara, tetapi juga memperburuk kondisi lingkungan yang sudah rentan. Kerusakan ekosistem seperti kehilangan keanekaragaman hayati dan kerusakan tanah serta air akan berpengaruh langsung pada kualitas hidup masyarakat.
UU No. 32 Tahun 2009: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan payung hukum untuk menjaga kelestarian lingkungan dalam setiap kegiatan pembangunan. UU ini menekankan bahwa setiap kegiatan pembangunan wajib mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat melalui proses yang disebut Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Pembangunan yang tidak memenuhi ketentuan ini bisa menimbulkan kerusakan alam yang serius, seperti pencemaran udara dan air, kerusakan hutan, serta peningkatan polusi yang mengancam kesehatan manusia.
Bahaya dari pembangunan yang tidak mengikuti UU ini sangat nyata. Selain kerusakan fisik pada lingkungan, dampaknya juga terasa dalam aspek sosial. Misalnya, pencemaran air dan udara yang dihasilkan dari pembangunan yang tidak ramah lingkungan bisa menyebabkan gangguan kesehatan bagi penduduk setempat, seperti penyakit pernapasan dan diare. Akibatnya, masyarakat akan menderita dan biaya perawatan kesehatan akan meningkat, yang pada gilirannya membebani ekonomi keluarga.
UU No. 26 Tahun 2007: Penataan Ruang
Penataan ruang adalah hal yang sangat penting dalam pembangunan, agar penggunaan lahan dilakukan secara efisien dan tidak merusak ruang terbuka hijau atau lahan produktif. UU Nomor 26 Tahun 2007 mengatur agar setiap pembangunan yang dilakukan harus berlandaskan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah disusun sebelumnya. Pelanggaran terhadap ketentuan ini sering kali terjadi dalam proyek-proyek pembangunan yang mengabaikan kebutuhan ruang terbuka hijau, pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, atau pembangunan yang menutup akses masyarakat terhadap fasilitas umum.
Dampak sosial dari pelanggaran penataan ruang ini sangat besar. Ketika pembangunan mengubah alokasi lahan tanpa mempertimbangkan kepentingan masyarakat sekitar, hal itu dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup. Misalnya, pembangunan pemukiman di area yang sebelumnya merupakan lahan pertanian dapat mengurangi ketersediaan pangan dan meningkatkan harga bahan pokok. Selain itu, alih fungsi lahan ini juga dapat mengurangi ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai paru-paru kota, yang pada gilirannya menurunkan kualitas udara dan kesehatan masyarakat.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Pembangunan yang tidak mematuhi ketiga regulasi tersebut dapat menimbulkan kerugian sosial dan ekonomi yang sangat besar. Di tingkat sosial, dampaknya termasuk pergeseran komunitas, kerusakan lingkungan yang mengurangi kualitas hidup, dan meningkatnya konflik sosial antara pengembang dan masyarakat. Di sisi ekonomi, kerusakan lingkungan akan mempengaruhi sektor-sektor yang bergantung pada alam, seperti pertanian dan perikanan. Biaya untuk memperbaiki kerusakan lingkungan juga bisa sangat mahal, mengalihkan anggaran dari pembangunan lainnya yang lebih produktif.
Pembangunan yang tidak terkendali juga dapat menurunkan daya tarik investasi, karena investor lebih memilih daerah yang memiliki kebijakan yang jelas dan ramah lingkungan. Oleh karena itu, penting bagi setiap pihak yang terlibat dalam pembangunan untuk memperhatikan dan mematuhi regulasi yang ada, agar pembangunan yang dilakukan tidak hanya bermanfaat dalam jangka pendek, tetapi juga berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
Pembangunan yang tidak mematuhi aturan yang ada, seperti Permen PUPR 28/2015, UU No. 32 Tahun 2009, dan UU No. 26 Tahun 2007, dapat membawa dampak buruk baik bagi lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Oleh karena itu, sangat penting untuk memastikan setiap proyek pembangunan mengikuti prosedur yang benar, agar dapat menciptakan lingkungan yang sehat, sosial yang harmonis, dan ekonomi yang berkelanjutan. Hanya dengan perencanaan yang matang dan pematuhan terhadap regulasi, pembangunan akan dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi negara dan masyarakat. (Red)