Netranews.co.id, Sumenep – Kasus meninggalnya seorang bayi baru lahir yang ditudingkan karena malapraktik Puskesmas Batang-Batang masih menjadi teka-teki hingga saat ini. Jumat, 24 November 2023.
Hal itu juga mendapat perhatian dari Dinas Kesehatan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkes P2KB) Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.
Pelaksana Tugas (Plt) Kadinkes P2KB, Agustino Sulasno mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan pihak Puskesmas Kecamatan Batang-Batang sebagai pihak yang mendapat tudingan malapraktik.
“Kami sudah datang ke Puskesmas Batang-Batang untuk mengklarifikasi,” kata Agus pada media, Jumat (24/11).
Agus menambahkan, pihaknya juga telah berkoordinasi dengan dengan Forum Pimpinan Kecamatan (Forpimka) setempat dan berencana mendatangi rumah duka korban.
“Dalam waktu dekat kami akan datang untuk belasungkawa dan silaturahim,” ujarnya.
Agus juga mengatakan, dari hasil klarifikasi dengan Puskesmas Batang-Batang, pihaknya berkesimpulan bahwa prosedur Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) yang dilakukan sudah sesuai.
Untuk diketahui, Program SHK merupakan program pemerintah yang diamanatkan dalam Surat Edatan (SE) Menkes tahun 2023, yang bertujuan mendeteksi awal terjadinya penyakit yang disebabkan gangguan tiroid pada bayi.
“Pengambilan darah dalam SHK (red) itu antara 48 sd 72 jam sesudah lahir, dilakukan di tumit dan bisa diambil oleh tenaga kesehatan yang sudah di latih, baik bidan atau perawat,” jelasnya.
Disinggung perihal penyebab kematian bayi yang viral itu, Agus memastikan prosedur SHK yang dijalankan Puskesmas Batang-Batang sudah sesuai.
Sehingga, lanjutnya, kematian bayi tersebut bukan disebabkan oleh malapraktik atau kesalahan prosedur seperti yang kabar beredar.
“Bukan, karena petugasnya juga sudah terlatih dan bukan karena efek SHK. Kalau karena efek SHK sudah banyak bayi yg meninggal, karena semua bayi dilakukan SHK,” jelasnya.
Berbeda dengan pengakuan ibu kandung bayi, Rumnaini yang menjelaskan bahwa usai SHK yang dilakukan, anaknya selalu menagis saat dibawa pulang hingga sampai dirumahnya.
Rumnaini mengaku, di tubuh anaknya terdapat bekas SHK yang masih membekas dan berwarna ungu disekeliling titik suntikan.
“Mulai dari Puskesmas nangis sampai rumah masih saja tetap nangis.” kata Rumnaini beberapa waktu lalu.
Di lain pihak, Kepala Puskesmas Batang-Batang, Fatimatus Insania membenarkan adanya pemeriksaan oleh pihaknya terhadap bayi yang meninggal itu.
Namun, ia mengatakan pihaknya telah melakukan tugasnya sesuai prosedur dan seluruh tenaga kesehatan (nakes) di puskesmas juga tersertifikasi dengan berbagai surat seperti pendelegasian wewenang klinis dan Surat Izin Praktik Perawat (SIPP).
“Cara pengambilan sampelnya untuk SHK juga sudah betul, setelah diambil sampel dari tumitnya langsung ditutup dengan alkohol set dan dilekatkan hypafix,” kata Kapus Batang-Batang.
Pihaknya menyatakan bahwa bayi tersebut sakit hingga meninggal dunia bukan disebabkan karena kesalahan saat pemeriksaan, melainkan karena penyakit pnemonia yang menjangkit saluran pernapasan.
“Bisa ditanyakan langsung ke RSI Kalianget, itu ada infeksi, ada pnemonia kata dokter di sana, dr. Anita Spesialis Anak,” tegasnya.
“Jadi kematian bayi tersebut bukan karena SHK, SHK itu tidak ada efek samping, sudah banyak bayi yang dilakukan SHK,” pungkasnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, pihak RSI Garam Kalianget melalui Humasnya, dr. Yanti membenarkan bahwa bayi Rumnaini memang sempat dirujuk ke rumah sakitnya namun dirujuk kembali ke rumah sakit sampang.
“Ya benar. Tapi karena memang kami tidak memiliki alat untuk penanganan lebih lanjut, kamu menyarankan untuk dirujuk ke RS Sampang,” kata Yanti.
Ditanya soal infeksi yang diklaim oleh Kapuskesmas Batang-Batang, Yanti mengaku belum menanyakan dokter yang merawat bayi tersebut.
“Yang tahu itu ya dokter yang merawat, kami belum sempat bertemu dengan dokter yang menanganinya,” pungkasnya. (Dim/red)