Netranews.co.id, Sumenep – Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumenep Kiai Sami’oeddin menyoroti kasus pelecehan kepada anak di bawah umur yang terjadi di lingkungan pendidikan. Rekrutmen guru perlu dievaluasi guna mencegah kasus serupa.
Dalam beberapa tahun terakhir kasus pelecehan kepada siswi oleh oknum guru di lembaga pendidikan marak terjadi di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di daerah Kabupaten Sumenep. Kasus demikian bukan hanya pada sekolah negeri, namun juga terjadi pada sekolah swasta.
Pemicu terjadinya pelecehan tersebut, kata Kiai Sami’oeddin, disebabkan karena kekeringan jiwa seorang guru akan ilmu agama atau pemahaman tentang moral yang berlandaskan akhlak seorang guru.
Ia menjelaskan, kualitas guru kini sangat penting untuk diperhatikan mulai dari kapasitas pengetahuan hingga moralitas dan pemahaman keagamaan.
“Itu terjadi (oknum guru cabul) kan karena kekeringan ilmu agama, tidak memiliki kontrol moral, jiwanya kekeringan,” katanya, diwawancara di mejar kerjanya pada Senin, 20 Mei 2024.
Menurutnya, seleksi guru oleh lembaga terkait mesti dievaluasi dan harus ada aturan baru. Tak hanya itu, perguruan tinggi atau kampus juga mesti lebih ketat menyeleksi mahasiswa calon guru yang bakal diluluskan.
“Ke depan kalau memang tidak layak jadi guru jangan diloloskan, tidak usah diangkat,” ungkapnya.
Lembaga terkait, sambung Kiai Sami’oeddin, pada masa selanjutnya mesti memberikan tes keagamaan dan tes kejiwaan moral demi membentuk guru berakhlak dan bisa menjadi pencerdas bangsa yang benar. “Harus ada tes keagamaan, tes moral dan akhlak,” katanya.
Kiai Sami’oeddin menegaskan, pembekalan moral guru juga mesti diperhatikan secara serius oleh lembaga terkait. Pasalnya, kasus pelecehan oleh oknum guru sudah sering terjadi.
Bahkan ia mengkhawatirkan, kini pada PPDB 2024 ada banyak orang tua yang khawatir untuk memasukkan anaknya ke sekolah. “Sangat mungkin para orang tua khawatir,” ujarnya.
“Akibat ulah oknum guru yang tidak bermola itu, para orang tua akan lebih sensitif terhadap sekolah, krisis kepercayaan,” pungkasnya. (bri)