Netranews.co.id, Jakarta – Monkeypox (Mpox) atau penyakit cacar monyet menjadi salah satu perhatian Pemerintah Republik Indonesia (RI) melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) karena telah terkonfirmasi mulai masuk ke Indonesia. Sabtu, 31 Agustus 2024.
Dilansir dari halodoc.com, Mpox merupakan penyakit menular karena terinfeksi virus dari kelompok serupa dengan penyakit cacar. Penyakit ini sebenarnya telah ditemukan oleh para ilmuwan sejak tahun 1958, dan terkonfirmasi ditularkan oleh kelompok binatang (zoonosis) ke manusia.
Cacar monyet pertama kali dan sering ditemukan di negara-negara Afrika Tengah hingga Afrika Barat, namun belakangan penyakit ini mulai merebak dan menjadi endemik di beberapa negara di luar Afrika.
Baru-baru ini, Kemenkes RI juga telah mengkonfirmasi bahwa penyakit Mpox mulai masuk ke Indonesia, kasus pertama dikonfirmasi pada Agustus 2022 lalu. Hingga 2024, Kemenkes RI telah merilis total kasus Mpox di Indonesia telah mencapai 88 penderita.
Dilansir dari SehatNegeriku, kasus Mpox ini terbanyak menyebar di Pulau Jawa, secara rinci tersebar di DKI Jakarta sebanyak 59 kasus, Jawa Barat 13 kasus, Banten 9 kasus, Jawa Timur 3 kasus, Daerah Istimewa Yogyakarta 3 kasus, dan Kepulauan Riau 1 kasus.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 87 kasus telah dinyatakan sembuh, sementara 1 orang meninggal dunia.
Jika dilihat tren mingguan kasus Mpox yang terkonfirmasi di Indonesia dari tahun 2022 hingga 2024, periode kasus terbanyak terjadi pada Oktober 2023.
Pelaksana Harian (Plh) Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI, Yudhi Pramono, mengatakan saat ini terdapat 54 kasus terkonfirmasi yang memenuhi kriteria untuk dilakukan whole genome sequencing (WGS) guna mengetahui varian virusnya.
“Dari 54 kasus ini seluruhnya varian Clade IIB. Clade II ini mayoritas menyebarkan wabah Mpox pada Tahun 2022 hingga saat ini dengan fatalitas lebih rendah dan ditularkan sebagian besar dari kontak seksual,” ujar dr. Yudhi pada konferensi pers Perkembangan Kasus Mpox di Indonesia, pada Minggu (18/08).
Mpox sendiri memiliki dua varian yang dibedakan berdasarkan asal sumber penularan dari sejumlah negara di Afrika, yakni Clade 1 berasal dari Afrika Tengah (Congo Basin) dengan subclade 1a dan 1b.
Dijelaskan dalam laman resmi Kemenkes RI, subclade 1a ini memiliki case fatality rate (CFR) lebih tinggi daripada clade lain dan ditularkan melalui beberapa mode transmisi. Sementara itu, subclade 1b ditularkan sebagian besar dari kontak seksual dengan CFR 11%.
“Varian Mpox Clade 1, baik 1a maupun 1b, belum terdeteksi di Indonesia. Sejak 2022 hingga saat ini, varian yang ditemukan di Indonesia adalah varian Clade II,” kata dr. Prasetyadi Mawardi, dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
“Clade I memang menurut refleksi angka fatalitas rate nya relatif lebih tinggi dibanding Clade II, terus kemudian varian ini biasanya disebabkan oleh close contact (kontak erat), tidak melulu seksual kontak,” sambungnya.
Ia mengimbau kepada siapa pun yang muncul gejala Mpox untuk tidak melakukan manipulasi pada lesi (kulit abnormal) seperti memencet, dan menggaruk, serta sebaiknya membiarkan lesi tersebut. Sebab, kata dia, lesi tersebut, baik yang basah maupun yang sudah mengering, berpotensi menularkan virus.
Dijelaskan, gejala monkeypox tersebut mirip seperti cacar, namun pada umumnya lebih ringan. Gejala awal meliputi demam, sakit kepala, nyeri otot, dan pembengkakan kelenjar getah bening. Setelah beberapa hari, ruam kulit mulai muncul, yang kemudian berkembang menjadi lesi hingga akhirnya mengelupas
“Pasien juga tidak boleh berbagi barang-barang pribadi seperti handuk dan pakaian. Apabila terdapat benjolan atau bintil dan mengalami luka atau erosif, sebaiknya segera diberi obat,” ucapnya.
Saat ini, Kemenkes RI sedang melakukan upaya pencegahan penularan lebih luas di Indonesia dengan melakukan surveilans di seluruh fasilitas kesehatan yang ada di seluruh daerah.
Pihaknya juga melakukan penyelidikan epidemiologi bersama komunitas dan mitra HIV/AIDS, menetapkan 12 laboratorium rujukan secara nasional untuk pemeriksaan Mpox, serta melakukan pemeriksaan WGS.
Selain itu, Kemenkes RI juga sudah menyiapkan pemberian terapi simtomatis, tergantung derajat keparahan kasus. Pasien dengan gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri di rumah dengan pengawasan dari Puskesmas setempat, sedangkan pasien dengan gejala berat harus dirawat di rumah sakit.
Sementara Direktur Pengelolaan Imunisasi Kemenkes RI, Prima Yosephine mengatakan pemberian vaksin Mpox di Indonesia hanya ditujukan untuk kelompok berisiko tinggi sesuai dengan rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) soal pemberian vaksin cacar dan Mpox.
Kelompok tersebut antara lain Lelaki berhubungan Seks dengan Lelaki (LSL) atau pasangan seks multiple dan individu yang kontak dengan penderita Mpox dalam dua minggu terakhir.
“Kelompok berisiko lainnya termasuk petugas laboratorium yang melakukan pemeriksaan spesimen virologi, terutama di daerah yang ada kasus Mpox, dan petugas kesehatan yang melakukan penanganan pada kasus Mpox,” ujar Prima di Jakarta, Rabu (28/8).
Pemerintah juga terus melakukan pemantauan dan pemeriksaan kesehatan di pintu masuk negara, khususnya di bandara, bagi para pendatang dari luar negeri untuk mencegah masuknya varian baru Mpox ke Indonesia.
Hal itu disampaikan Juru Bicara Kemenkes RI, M. Syahril yang menjelaskan bahwa skrining ketat itu dilakukan dengan mewajibkan setiap pelaku perjalanan internasional baik WNI maupun WNA yang masuk ke Indonesia untuk mengisi formulir swadeklarasi elektronik bernama SATUSEHAT Health Pass.
“Skrining ketat dilakukan menyusul ditemukannya varian Clade Ib di luar kawasan Afrika. Virus Mpox Clade Ib terindikasi memiliki derajat keparahan yang lebih tinggi, penularan lebih cepat, termasuk menular ke populasi anak-anak,” kata Syahril, dalam laman resmi Kemenkes RI SehatNegeriku, pada Kamis (29/08).
Diketahui, Kemenkes RI juga berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) RI melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara yang ditindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor:SE 5 DJPU Tahun 2024 tentang Penggunaan SATUSEHAT Health Pass Pada Pelaku Perjalanan Luar Negeri, pada Selasa (27/8/2024). (Cun/red)