Netranews.co.id, Surabaya – Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jawa Timur beri kecaman tegas atas kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Sumenep yang menyebabkan korban meregang nyawa. Selasa, 8 Oktober 2024.
Diketahui, baru-baru ini warga Sumenep dihebohkan dengan kasus KDRT yang dialami seorang perempuan berinisial NS (27) hingga membuatnya meninggal dunia akibat disiksa suaminya sendiri inisial AR (28).
Tidak hanya itu, beberapa hari kemudian, Polres Sumenep kembali merilis kasus KDRT yang juga terjadi di wilayah hukumnya, tepatnya di Kecamatan Gapura.
Menilik dari sejumlah kasus yang terjadi, Sekretaris Umum Korps HMI Wati (Kohati) Badan Koordinasi (Badko) HMI Jawa Timur, Fatiatir Rifqoh mempertanyakan peran Satuan Tugas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di Kabupaten Sumenep yang dinilai tidak terlihat kinerjanya.
Ia menambahkan, sudah beberapa kali kekerasan terjadi pada perempuan baik kekerasan seksual atau yang lainnya di Kabupaten Sumenep, hal tersebut seakan-akan sudah biasa terjadi di daerah paling Timur Pulau Madura ini.
“Apalagi kasus yang baru saja terjadi, kekerasan yang dilakukan oleh AR ke NS sudah terjadi dua kali. Peristiwa pertama pada Juni lalu hingga korban harus dilarikan ke rumah sakit, dan yang kedua sampai meregang nyawa,” kata Rifqoh mempertanyakan.
Menurutnya, tindakan KDRT ini merupakan hal yang tidak sewajarnya terjadi pada perempuan, justru perempuan yang dilindungi dan dihormati bukan menjadi sasaran atau objek kekerasan.
“Ini yang perlu diperhatikan secara serius, saya meminta kepada pihak Satgas PPA Kabupaten Sumenep untuk segera bersikap proporsional karena menyangkut keamanan masa depan perempuan, harus segera diantisipasi sehingga tidak terulang lagi kedua kalinya,” tandasnya.
Ia berharap agar Satgas PPA Sumenep yang dibentuk pemerintah daerah setempat berfungsi sebagaimana mestinya, yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 4 Tahun 2018.
“Satgas PPA ini harus tanggap memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi, serta perlindungan khusus dan masalah pencegahannya agar tidak terjadi lagi hal demikian,” pungkasnya. (Dim)