Kondisi Ketahanan Pangan Global
Ketahanan pangan global adalah isu yang semakin mendesak di tengah tantangan seperti pertumbuhan populasi, perubahan iklim, dan ketidakstabilan ekonomi. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), sekitar 811 juta orang di seluruh dunia mengalami ketidakamanan pangan. Masalah ketahanan pangan tidak hanya berkaitan dengan produksi dan distribusi makanan, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor geopolitik yang kompleks. Dalam tulisan ini, kita akan membahas kondisi ketahanan pangan global dan bagaimana geopolitik mempengaruhi situasi tersebut.
Krisis yang dihadapi saat ini telah diperburuk oleh pandemi COVID-19 lalu, yang mengganggu rantai pasokan dan meningkatkan angka kemiskinan di banyak negara. Berbagai faktor seperti konflik bersenjata, bencana alam, dan fluktuasi harga pangan turut berkontribusi pada kondisi tersebut. Begitu pula perubahan iklim memberikan dampak yang signifikan terhadap produksi pangan. Cuaca ekstrem, peningkatan suhu, dan pola curah hujan yang tidak menentu mengganggu hasil pertanian di berbagai belahan dunia. Negara-negara yang ekonominya sangat bergantung pada pertanian menghadapi risiko lebih besar.
Ketahanan pangan menjadi salah satu isu krusial yang dihadapi dunia saat ini. Dengan populasi global yang semakin meningkat, diperkirakan mencapai 9,7 miliar pada tahun 2050, tantangan dalam memastikan ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan menjadi semakin kompleks. Ketahanan pangan mencakup lebih dari sekadar produksi makanan, tetapi juga mencakup distribusi yang adil, infrastruktur yang memadai, serta pencegahan terhadap pemborosan makanan. Dalam tulisan ini, kita akan membahas kondisi ketahanan pangan baik secara global maupun nasional, dengan fokus pada tantangan yang ada serta strategi yang dapat diterapkan.
Tingkat Kekurangan Pangan dalam laporan FAO (Food and Agriculture Organization) 2021, sekitar 811 juta orang di seluruh dunia mengalami kekurangan pangan. Pandemi COVID-19 telah memperburuk kondisi ini, mengganggu rantai pasokan dan peningkatan angka kemiskinan. Selain itu, lagi-lagi perubahan iklim menjadi faktor utama yang memengaruhi ketahanan pangan global. Fenomena cuaca ekstrem, seperti banjir, kekeringan, dan perubahan pola hujan, berpotensi mengganggu hasil pertanian. Sebuah laporan dari IPCC juga menunjukkan bahwa perubahan iklim dapat mengurangi produktivitas pertanian di berbagai wilayah.
Di sisi lain Tingginya harga pangan, inflasi, dan ketidakstabilan ekonomi di berbagai negara juga berkontribusi terhadap masalah ketahanan pangan. Negara-negara yang bergantung pada impor pangan mengalami dampak yang lebih besar ketika harga pangan global meningkat. Demikian pula dengan maraknya keterbatasan sumber daya. Sumber daya alam yang terbatas, seperti lahan subur dan air, memerlukan pengelolaan yang bijak untuk mempertahankan produksi pangan. Urbanisasi yang cepat juga mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian yang tersedia.
Realitas Geopolitik dalam Pasar Pangan
Kondisi ketahanan pangan tidak terlepas dari dinamika geopolitik yang terjadi di dunia. Beberapa aspek penting dari hubungan ini adalah kontrol sumber daya. Negara-negara dengan sumber daya alam yang melimpah sering kali memiliki pengaruh yang lebih besar dalam pasar pangan global. Misalnya, negara-negara penghasil gandum dan beras seperti Rusia, AS, dan India memainkan peran penting dalam menentukan harga pangan di pasar internasional. Krisis politik atau konflik yang terjadi di negara-negara ini dapat langsung mempengaruhi ketersediaan dan harga pangan global.
Tidak luput pula hal yang memantik adanya krisis pangan global adalah langgengnya perang dan konflik. Konflik bersenjata di berbagai daerah, seperti di Suriah, Yaman, dan Afrika Utara, telah menyebabkan penghancuran infrastruktur pertanian dan mengakibatkan krisis pangan yang parah. Pengungsi yang dihasilkan dari konflik ini semakin memperburuk masalah ketahanan pangan di negara-negara tetangga yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Hal demikian juga sekaligus menyulut adanaya tindakan politik dan ekonomi, seperti sanksi internasional terhadap negara tertentu (misalnya, Iran dan Venezuela), dapat mengganggu sistem distribusi pangan dan akses masyarakat terhadap makanan. Sanksi bisa memengaruhi tidak hanya negara tersebut tetapi juga dapat memiliki dampak global, terutama jika negara tersebut adalah produsen pangan utama.
Realitas lain yang juga berkaitan adalah ketergantungan sumber pangan. Banyak negara yang tergantung pada impor pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Ketergantungan ini membuat negara-negara tersebut rentan terhadap perubahan harga dan pasokan global, yang sering kali dipengaruhi oleh peraturan politik dan konflik di negara lain. Misalnya, kekurangan pasokan bahan pangan akibat bencana alam atau kebijakan proteksionis dapat menyebabkan lonjakan harga yang mempengaruhi inflasi dan kesejahteraan masyarakat.
Krisis Ketahanan Pangan Nasional (Indonesia)
Indonesia memiliki potensi besar dalam produksi pangan, terutama beras, jagung, dan kedelai. Meskipun secara umum, Indonesia bisa memenuhi kebutuhan pokoknya, tantangan masih ada dalam hal distribusi dan akses pangan. Selain masalah ketersediaan pangan, Indonesia juga menghadapi tantangan dalam malnutrisi. Angka stunting yang tinggi, terutama di kalangan anak-anak, menunjukkan bahwa meskipun pangan tersedia, kualitas gizi masih menjadi isu yang krusial.
Tak hanya itu, Indonesia yang terletak di “Cincin Api” Pasifik, rentan terhadap bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, dan banjir. Hal ini dapat mengganggu ketahanan pangan di daerah yang terkena dampak. Serta tak jauh beda seperti di tingkat global, perubahan iklim memberikan dampak signifikan pada pertanian Indonesia. Perubahan pola cuaca yang ekstrem, serta ancaman peningkatan permukaan air laut, menjadi perhatian utama bagi ketahanan pangan.
Sebagai negara dengan populasi terbesar ketiga di dunia. Kondisi ketahanan pangan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk produksi pertanian, distribusi, konsumsi, dan faktor ekonomi. Produksi pertanian adalah faktor utama dalam menentukan ketahanan pangan di Indonesia. Dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, meskipun produksi pada mencapai angka 81,6 juta ton, namun angka tersebut tidak jeli memperhatikan komoditas staple food satu ini sering kali terpengaruh oleh msim kemarau yang panjang dan banjir. Begitu pun jagung, meskipun ia telah mencapai total 2,8 juta ton, namun banyak wilayah garapan petani lokal ludes akibat banjir dan serangan hama.
Distribusi pangan di Indonesia pun sering kali tidak merata, terutama ke daerah-daerah terpencil. Hal ini menyebabkan akses terhadap pangan menjadi terbatas bagi sebagian masyarakat. Fenomena demikian tentu setidaknya dipicu oleh dua hal, pertama yakni ketersediaan infrastruktur logistik di Indonesia yang tidak menjamah seluruh wilayah, yang menyebabkan distribusi pangan tidak efisien. Kedua, yakni fluktuasi harga pangan yang dalam data Word Bank (Logistic Performance Index) tahun 2020 lalu disebut cenderung mengalami peningkatan yang signifikan.
Hal tersebut juga dibarengi dengan pendapatan petani di Indonesia yang cenderung semakin rendah dan kerap kali mengalami gagal panen. Masalah ini banyak mempengaruhi kemampuan para petani kota maupun lokal (adat) tidak mampu meningkatkan produksi dan akses terhadap pangan. Ditambah investasi di sektor pertanian masih relatif rendah dibandingkan sektor lainnya. Maka tak heran jika banyak peralihan fungsi lahan pertanian menjadi sektor industri lain yang jauh lebih banyak menguntungkan, meskipun hal tersebut kadang kala hanya memprioritaskan kepentingan segelintir orang alias para oligar.
Pilkada Jawa Timur dan Arah Kebijakan Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan isu krusial yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, termasuk di Provinsi Jawa Timur. Dengan pertumbuhan populasi yang terus meningkat dan tantangan dari perubahan iklim, pemenuhan kebutuhan pangan yang berkelanjutan menjadi sangat penting. Dalam konteks Pilkada Jawa Timur, calon pemimpin harus mengintegrasikan ketahanan pangan ke dalam visi dan misi mereka untuk memastikan kesejahteraan masyarakat.
Ketahanan pangan adalah kondisi ketika semua orang, kapan saja, memiliki akses fisik dan ekonomi ke makanan yang cukup, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan diet mereka. Tentu saja, hal ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mengurangi kemiskinan, dan menciptakan stabilitas sosial.
Di Jawa Timur, yang merupakan salah satu provinsi penghasil pangan terbesar di Indonesia, tantangan terkait ketahanan pangan juga cukup nyata. Jawa Timur adalah salah satu lumbung pangan nasional, terutama dalam produksi beras. Pada tahun 2020, Jawa Timur menghasilkan sekitar 8,6 juta ton padi, menjadikannya sebagai provinsi dengan produksi padi tertinggi ketiga setelah Jawa Tengah dan Jawa Barat. Meskipun produksi pangan cukup tinggi, masalah gizi juga menjadi tantangan. BPS mencatat bahwa pada tahun 2019, angka stunting di Jawa Timur mencapai 30,5%, lebih tinggi dari rata-rata nasional. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan pangan tidak selalu diiringi dengan akses dan kualitas gizi yang baik.
Selain itu, berbagai penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim berdampak pada hasil pertanian, terutama dalam hal curah hujan dan suhu yang mungkin tidak bersahabat. Prediksi menunjukkan bahwa beberapa daerah di Jawa Timur akan mengalami peningkatan risiko kekeringan. Termasuk pula ihwal ketersediaan lahan pertanian. Konversi lahan pertanian dari waktu ke waktu menjadi masalah yang signifikan. Dalam beberapa tahun terakhir, lahan pertanian di Jawa Timur semakin berkurang akibat pembangunan infrastruktur dan urbanisasi.
Dengan tantangan-tantangan tersebut, sangat penting bagi calon pemimpin dalam Pilkada Jawa Timur untuk memiliki program yang jelas dan konkret terkait ketahanan pangan. Subjektif bagi penulis, beberapa langkah yang dapat diambil secara taktis di Jawa Timur diantaranya adalah mendorong pertanian berkelanjutan dengan penggunaan teknologi tepat guna dapat meningkatkan produktivitas tanpa merusak lingkungan. Investasi dalam penelitian dan pengembangan serta pelatihan untuk petani akan sangat membantu. Termasuk juga upaya untuk memperbaiki infrastruktur distribusi pangan (logistik), seperti jalan dan fasilitas penyimpanan, akan membantu mengurangi pemborosan pangan dan memastikan bahwa produk sampai ke konsumen dengan efisien.
Tak dapat dilupakan pula, cara paling sederhana adalah memberikan dukungan untuk petani kecil melalui pemberian akses modal, asuransi pertanian, dan program pemasaran yang baik akan membantu menstabilkan pendapatan mereka dan meningkatkan akses terhadap pangan berkualitas. Meningkatkan kesadaran tentang pola makan sehat dan pentingnya gizi bagi anak-anak dan masyarakat secara umum sangat vital dalam mengatasi masalah gizi seperti stunting, yang masuk dalam rumpun persoalan pangan di Jawa Timur.
Ketahanan pangan adalah faktor kunci yang harus menjadi agenda utama dalam Pilkada Jawa Timur. Dalam menghadapi tantangan yang ada, calon pemimpin harus memiliki rencana dan kebijakan yang terintegrasi untuk memastikan bahwa masyarakat memiliki akses terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi. Tidak hanya tentang meningkatkan produksi, tetapi juga mencakup seluruh sistem pangan—dari hulu hingga hilir—agar semua masyarakat dapat menikmati hasil pertanian yang berkualitas. Investasi dalam ketahanan pangan bukan hanya investasi untuk masa depan, tetapi juga untuk kesejahteraan dan kemandirian masyarakat Jawa Timur.
Oleh sebab itu, kehadiran tiga serikandi dalam perhelatan pemilihan calon gubernur dan wakil gubernur jawa timur ini, harus mengedepankan politik gagasan terutama dalam menyoal ketahanan pangan didaerah ini. Sebab, pangan adalah elan vital terhadap keberlangsungan dari sosial – ekonomi masyarakat jawa timur yang ada disetiap kota dan kabupaten. Menciptakan suasana kehidupan masyarakat yang adil dan sejahtera tentu adalah salah satunya difaktori oleh setiap kebijakan yang diciptakan oleh pimpinan eksekutif baik daerah maupun nasional. sederhananya menjadikan pangan sebagai isu strategis daerah adalah bagian dari langkah politik yang benar – benar menaruh keberpihakan seorang pemimpin terhadap masyarakat jawa timur secara umum.
Selamat hari pangan internasional pada tanggal 16 oktober 2024, semoga dalam peringatan hari pangan ini mampu merefleksikan atas pentingnya pangan dalam kehidupan berbangsa yang berkeadilan. Serta dapat membangun suasana kebatinan yang kuat untuk selalu memperjuangkan hal yang berdampak baik bagi keberlangsung hidup kita semua.
Oleh: Moh. Sa’i Yusuf Ketua 1 PMII Jatim