Netranews.co.id, Jakarta – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara sebut langkah partai politik yang menonaktifkan kader-kadernya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sebagai langkah yang buram dan tidak berdasarkan hukum positif. Senin, 1 September 2025.
Sejumlah partai politik baru-baru ini mengambil langkah “menonaktifkan” anggota DPR RI yang statemennya dinilai menjadi pemicu kekecewaan publik hingga menimbulkan gelombang demonstrasi besar-besaran.
Namun, langkah ini menuai kritik pedas dari BEM Nusantara, yang menilai tindakan tersebut sebagai “setengah hati”, politis, dan tidak memiliki ketegasan hukum yang jelas.
Koordinator Isu Sosial Politik BEM Nusantara, Moh Mahsun Al Fuadi menjelaskan penggunaan istilah “nonaktif” hanyalah bahasa politik yang ambigu di mana istilah ini tidak diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) maupun tata tertib DPR.
“Manipulasi istilah ini hanya bertujuan meredam kemarahan publik tanpa benar-benar memberikan kepastian hukum terhadap anggota dewan yang melanggar sumpah dan etik hingga melukai hati masyarakat,” kata Fuad menjelaskan.
Menurutnya, secara hukum mekanisme yang diakui adalah pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap.
“Partai politik seharusnya tegas menjalankan aturan, bukan sekadar mencari jalan aman demi citra,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa jika ada anggota DPR terbukti melanggar etika atau sumpah jabatan, mekanisme yang seharusnya ditempuh adalah Pemberhentian Antar Waktu (PAW), seperti yang diatur dalam Pasal 239 ayat (2) UU MD3.
“Jika ada anggota DPR RI terbukti melanggar, maka mekanismenya jelas. Ajukan PAW, bukan sekadar meletakkan status abu-abu,” tegasnya.
Lebih lanjut, Fuad mendesak agar ketegasan ini tidak hanya berlaku di DPR RI, melainkan juga konsisten diterapkan hingga ke DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
“Partai politik hanya tegas saat disorot secara nasional, namun menutup mata terhadap kadernya di daerah yang juga kerap menyalahi amanat rakyat,” tandasnya.
Untuk itu, pihaknya menyampaikan sejumlah desakan agar pimpinan partai politik mengambil langkah pasti sebagai respon baik terhadap tuntutan masyarakat, desakan BEM Nusantara terhadap partai politik, di antaranya:
- Berhenti menggunakan istilah nonaktif yang abu-abu dan menindak anggota legislatifnya dengan mekanisme hukum yang jelas, yaitu PAW atau pemberhentian sementara/tetap sesuai UU MD3.
- Melakukan konsolidasi menyeluruh hingga ke tingkat DPRD, bukan hanya DPR RI.
- Tindak tegas DPR RI/DPRD yang melanggar kode etik sesuai aturan yang berlaku
- Jika partai politik tidak berani menegakkan aturan pada kadernya sendiri, maka kepercayaan rakyat akan semakin terkikis.
“Rakyat butuh kejelasan hukum, bukan sekadar permainan istilah politik yang bias dan membingungkan,” pungkasnya tegas. (Red)
