Netranews.co.id, Sumenep – Para seniman yang tergabung dalam Dewan Kesenian Sumenep (DKS) akan mensomasi Disbudporapar Kabupaten Sumenep. Lapangan Kesenina Sumenep (LKS) rusak akibat dijadikan track of road Jeep 4 X 4.
Launching Komunitas Jeeb Sumekar (Jeekar) ditempatkan di LKS pada Sabtu, 23 Desember 2023 malam. Kemudian mobil dengan bobot 1559 Kg / 3437 dinaikkan ke panggung, alhasil sebagian anak tangga rusak.
Ketua DKS Turmidzi Djaka menjelaskan, LKS adalah tempat digelarnya pertunjukan seni di Sumenep, dan itu adalah aset berharga bagi seniman. Namun kemudian dijadikan arena crossovers Jeeb dengan bunyi bising, abu dan asap bergulung ke udara.
“Nyata-nyata merupakan produksi ketidakpatutan dalam berkarya,” katanya seperti rilis yang diterina Netranews, Ahad 24 Desember 2023.
Menurut Djaka, disfungsi DKS tersebut adalah cerminan bahwa sebagian pagelaran kalender event Sumenep telah melanggar kepatuhan dan merusak citra kearifan seni di Sumenep, Madura Jawa Timur.
“Ini pelanggaran moral yang dibiarkan karena tidak punya pengetahuan perihal tata kelola seni, dan legacy yang baik mengenai pengembangan dan pokok pikiran kebudayaan daerah,” ujarnya.
“Disbudporapar dan EOnya menempatkan event yang tidak patut di tempat di detak dan marwah kesenian Sumenep dirawat dan diagung-agungkan,” imbuh Djaka.
Selain itu, DKS juga menyinggung beberapa kasus lain seperti penyelenggaraan motor cross yang dilaksanakan di area Taman Bunga sehingga mengganggu orang mau sholat di Masjid. Kemudian peristiwa tawuran Kelompok Musik Angin Ribut versus Gong Mania dalam Festival Dewi Cemara yang digelar Pemprov Jatim melalui Disbudporapar Sumenep, Jum’at 3, November 2023 silam,
Berdasad uraian di atas, Dewan Kesenian Sumenep (DKS) mengeluarkan sikap sebagai berikut;
1) Meminta Disbuporapar Sumenep agar mempertimbangkan betul mudharat, dampak maupun manfaatnya bagi masyarakat atas setiap kalender event yang dilakukan.
2) Meminta Disbuporapar Sumenep melibatkan pakar, ahli atau lembaga adhoc di bidang kesenian untuk membantu merumuskan langkah strategis tata kelola Seni di Sumenep.
3) Meminta Disbudparpora Sumenep mencari ruang publik yang representatif untuk pagelaran kesenian yang tidak menimbulkan bias konfrontasi yang akan mengganggu pengembangan kesenian dan industri pariwisata.
4) Meminta Disbuporapar Sumenep agar kalender event tidak dimonopoli oleh satu EO, apalagi EO yang tidak paham tentang pengembangan kesenian daerah Sumenep, baik tradisi, modern, kontemporer serta rantai pasarnya.
5) Meminta Disbuporapar Sumenep membuat komitmen bersama dengan EO bahwa setiap komunitas seni dan seniman yang dilibatkan dalam setiap kalender event honornya tidak dihutangi, apalagi pembayarannya dicicil.
“Fakta-fakta yang diuraikan diatas, merupakan peristiwa kurang elok yang dikeluhkan seniman sepanjang pelaksanaan kalender event berlangsung,” pungkas Djaka. (bri)