Oleh : Ardik, Mahasiwa STKIP PGRI Sumenep
Sudah dua belas tahun kiranya nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset Tindak Pidana tak kunjung ada kejelasan. Sejak tahun 2012, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ini sudah mulai dibahas untuk menjawab persoalan yang krusial di negara ini.
Sangat jelas bahwa, RUU Perampasan Aset Tindak Pidana menjadi instrumen penting yang akan mendukung agenda pemberantasan korupsi dan kejahatan ekonomi di Tanah Air. sejauh ini, Tingkat pemberantasan tindak pidana ekonomi, seperti korupsi relatif rendah ditinjau dari tingkat keberhasilannya. Padahal ketika berbicara soal korupsi di Indonsia dapat dikatakan sebagai kejahatan yang luar biasa (extraordinary crime), yang memiliki akibat yang luar biasa. Bahkan, beberapa ahli mengatakan korupsi merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Hal ini pun tegaskan dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yakni: pembuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis di berbagai sidang. Untuk itu, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat.
Mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. Perkembangan praktek korupsi di Indonesia yang sudah mengakar dan menyebar ke semua lapisan birokrasi sudah mengakibatkan kerugian yang sangat besar terhadap keuangan dan perekonomian negara. Maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Hal ini berarti, Korupsi jelas bertentangan dengan Konsep Negara Hukum Pancasila.
Selain merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Korupsi juga merusak tatanan sistem hukum yang berakibat tidak berjalannya penegakan hukum sehingga kepastian hukum (Rechtssicherheit), kemanfataan (Zweckmanssigkeit) dan keadilan (Gerechtigkei) tidak dapat diwujudkan. dan Korupsi memiliki dampak yang luas. Rusaknya tatanan negara hukum juga diakibatkan karena korupsi memiliki dampak terhadap kerugian masyarakat luas. Maka, menjadi suatu alasan yang kuat untuk segera mengsahkan RUU tentang perampasan aset tindak pidana secara mendesak. menekankan bahwa tindak pidana korupsi merupakan Kejahatan ekonomi yakni kejahatan canggih dan luar biasa.
Kejahatan dengan berbagai bentuk rekayasa keuangan atau financial engineering dan rekayasa hukum legal engineering. Langkah itu ditempuh para pelaku kejahatan agar dapat mengelabui aparat penegak hukum, mempersulit proses hukum di pengadilan, dan mempersulit proses penyitaan konvensional.
Sebagai negara hukum maka penegakan supremasi hukum harus memiliki efek jera dan pencegahan dalam memberantas kejahatan pada sektor ekonomi supaya terwujudlah cita-cita negara untuk memajukan kesejahteraan umum. namun, selama ini perhatian sangat rendah dan tidak memadai dalam memberantas TIPIKOR dan TPPU. Seharusnya, dalam hal tindak pidana ekonomi, perampasan aset hasil tindak pidana menjadi salah satu faktor efek jera bagi pelaku. Bila dibiarkan, aset hasil tindak pidana tetap dapat dinikmati oleh pelaku meskipin sudah menjalani masa hukuman (penjara).
Desakan atas dibutuhkannya RUU perampasan aset tindak pidana tidak bisa dikesampingkan lagi dan harus menjadi prioritas legalesi nasional untuk segera disahkan. meskipun sangat naif ketika publik dikejutkan oleh statmen Dewan Perwakilan Rakyat di sidang rapat komisi III bersama Menkopolhukam dengan keterangan secara lugas masih menunggu keputusan Ketua umum partainya masing-masing. artinya DPR tidak dapat memperjuangakan hak-hak rakyat menjalankan tugas fungsinya sebagaimana undang-undang ketika tidak diberikan izin oleh para ketum partainya.