Netranews.co.id, Jakarta – Koordinator Isu Sosial Politik BEM Nusantara, Mohammad Mahshun Al Fuadi menyoroti petisi darurat demokrasi yang diadakan oleh beberapa civitas akademika di sebagian kampus se-Indonesia dan yang mengkritis pemerintahan Presiden Joko Widodo. Selasa, 6 Februari 2024.
Mahsun mengatakan, gerakan yang digelar oleh Civitas Akademika dalam mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo terkait demokrasi menjadi pertanyaan besar bagi publik karena munculnya gerakan yang dinilai serentak ini muncul pada masa injury dan terkesan bernada provokatif.
“Penyampaian kritik terhadap pemerintah tentu sudah di atur dalam UU dan semua masyarakat memiliki hak yang sama dalam mengkritik pemerintah, tentu itu boleh dan sah adanya, namun gerakan ini seakan terlihat ada play making yang bergerak dibalik layar gerakan petisi ini, karena banyak bukti beredar di media sosial atau media berita bahwa gerakan ini bermula di wilayah Yogyakarta yang notabenenya dikuti oleh partisipan parpol dan,” kata Mahsun.
Mantan Presma Universitas Wiraraja Madura itu mengungkapkan, hal tersebut menguatkan setelah dari tempo merilis pertanyaan ibu puan dalam beritanya.
“Kalau memang gerakan ini adalah dasarnya hati nurani kenapa masih ada perdebapan di satu kampus yang sama mengenai gerakan itu, sampai ada petisi juga terkait demokrasi sehat yang di ikuti oleh sekitar 17 perguruan tinggi di Indonesia,” ujarnya.
Pihaknya menambahkan, alangkah baiknya mahasiswa sebagai kaum akademisi tentu mengajak elemen masyarakat untuk tidak terprovokasi dan termakan berita hoax.
Menurutnya, kampus adalah ladangnya ilmu pengetahuan maka jaga netralitas perguruan tinggi dengan cara mensukseskan pemilu yang damai dan berintegritas, serta menciptakan pemilih yang cerdas merupakan tugas utamanya.
“Boleh beda pilihan boleh beda pandangan tapi ingat kita punya semboyan yaitu bhinneka tunggal Ika. jangan hanya gara gara beda pilihan kita bermusuhan, politik itu seni, dan seni itu dinikmati bukan bikin sakit hati,” tegasnya.
“Namun terlepas di tunggangi atau tidak, rasa hormat kami kepada guru besar dan civitas akademika karena telah menyuarakan hak berdemokrasi,” sambungnya.
Aktivis mahasiswa yang akrab disapa Cucun itu berharap, akademisi harus menggaungkan bahwa Pemilu tahun ini harus damai, bersih, jurdil dan berintegritas, bukan malah menggaungkan nada provokatif yang berujung perpecahan.
“Kami sungguh tidak rela kalau gerakan itu ditunggangi, karena kampus adalah rumah pendidikan, rumah kaum intelektual yang bersih dan berintegritas, jadi kalau hari ini kampus sudah mulai dimasuki oleh gerakan politis taktis, maka masa depan bangsa dan anak muda sudah tidak bisa terselamatkan,” pungkasnya. (ril/dim)